Safety or Septi

Bagaimanakah cara menulis "Safety" dalam pelafalan Sunda? jawabannya ada di foto dibawah ini he..he..



Hanya ada di Anyer....



Bandung Km 0

Saat lagi jalan pagi di bandung menyusuri jalan Asia Afrika, setelah hotel savoy homann ada monumen menarik disana.Tepatnya di kantor dinas Bina Marga
Disana terdapat sebuah mesin seperti mesin giling jaman baheula atau disebut mesin stoomwholls dan juga tugu Bandung 0 Km. Dikutip dari Harian SInar Harapan :

Titik 0 km dan mesin stoomwholls ini memiliki nilai sejarah penting yang dikaitkan dengan pembangunan jalan pos Anyer-Panarukan di zaman pemerintahan Daendels tahun 1811. Titik 0 km ditunjuk oleh Daendels saat Gubernur Jenderal Belanda itu sedang berjalan-jalan bersama Bupati R Wiranatakusumah II. Persis di titik 0 km ini, Daendels berkata kepada Wiranatakusumah kalau tempat inilah merupakan titik 0 km di Kota Bandung. Sembari menunjukkan tongkatnya, Daendels juga mengatakan kalau titik 0 km ini dijadikan sebagai patokan untuk me
nentukan tarif pos.
Di zaman pemerintahan Daendels, Kota Bandung sa
at itu memang menurut rencana dijadikan sebagai ibu kota negara. Daendels telah mempersiapkan segala sesuatunya. Di samping membuat jalan pos Anyer-Panarukan, Daendels juga membangun kantor pos di depan Alun-Alun Bandung. Jarak antara kantor pos dan titik 0 km ini memang tidak jauh. Itulah sebabnya Daendel memutuskan titik 0 km ini sebagai patokan untuk menentukan tarif pengiriman pos saat itu.
(http://www.sinarharapan.co.id/berita/0405/19/nus04.html)

Bandung Km 0 ini juga masuk kedalam World Heritage


Laskar Pelangi - The Movie


Setelah baca berita tentang dibuatnya versi film dari laskar pelangi, timbul penasaran apakah film nya akan sebagus novel nya??Karena biasa nya versi film dari sebuah novel akan mengecewakan.

Kemudian gue baca di Majalah tempo edisi 14 september 2008 yang membahas film ini dan ternyata resensi positif jadi tambah penasaran pengin nonton. Di milis juga ada yang ngebahas tentang film ini bahwa layak ditonton. Akhirnya tadi pagi (27/09/08) gue ditelpon temen yang di bogor yang ngajakin nonton rame2 bareng temen kuliah. Langsung aja gue iyakan, kebetulan sekali, karena males banget kalo nonton sendiri.

Gue nonton di Botani Square Bogor jam 12.45,sempet terlambat 5 menit masuknya karena harus nunggu temen. Yang ngantri banyak dan akhirnya dapat di deretan depan, deket banget ama layar. Sempet tertinggal sedikit filmnya tapi tak apalah.

Kesan pertama waktu melihat cukup menarik, dan yang paling gue suka latar belakangnya di Belitong, jadi tau daerah sana. Banyak adegan yang bikin terharu dan juga lucu. Akting anak-anak pemain sangat alami dan natural begitu juga tokoh lainnya. Karena udah lama baca bukunya jadinya agak2 lupa urutan ceritanya apakah sama dengan di buku atau tidak. Tapi secara keseluruhan sangat menarik, tidak seperti film-film yang menghadirkan superhero, tokoh jagoan atau khayalan yang terlalu dibuat-buat. Menceritakan banyak hal tragis dari orang-orang miskin yang sulit mendapatkan kesempatan untuk sekolah walaupun mempunyai keinginan dan semangat yang tinggi. Di film ini banyak sekali pesan moral dan tanpa harus ada jagoan. Diselingi adegan2 yang membuat tertawa. Sangat layak untuk ditonton dan setelah menonton film ini jadi pengin baca bukunya lagi. Film ini berdurasi +- 2.5 jam. Dan saat terakhir semua penonton memberi tepuk tangan meriah...Two thumbs up,,,pas lampu dinyalain ternyata banyak anak-anak yang menonton :) Sebenarnya gue males untuk nonton film, tapi entah mengapa untuk yang ini gue semangat banget sama seperti naga bonar...berarti memang sangat layak untuk ditonton he..he..

Metallica Death Magnetic Review


Akhirnya Metallica – The Greatest Metal Band in The world release album terbarunya berjudul Death Magnetic (DM). DM direlease 12 september 2008, namun entah kenapa di Indonesia belum keluar. Untungnya ada internet & rapidshare jadinya bisa download duluan, high quality lagi. Di Perancis terdapat kesalahan dimana album ini lebih dulu keluar sebelum tanggal 12 sept.

Sekitar 2 bulan sebelum dikeluarkan metallica meluncurkan web baru www.missionmetallica.com untuk preview lagu2 barunya, dan langsung deh jadi membernya. Setelah beberapa lagu dikeluarkan untuk didengarkan streaming jadinya tambah penasaran…wow…back to the root. Album yang paling ditunggu penggemar metallica dan metal…

Sejak era Black album, metallica mulai memainkan musik “aneh” yang lebih ke rock and roll, riff sangar dan berat ditinggalkan, namun tidak semuanya jelek di album load & reload ada beberapa lagu yang masih gue dengerin sampai akhirnya muncul album yang paling aneh…St.anger tahun 2003.. Soundnya aneh bikin pusing apalgi suara drum nya kaya kaleng di pukul. Sekarang setelah 5 tahun berselang it’s time to thrashing again. Awalnya metallica ngeluarin single streaming kayanya terjadi kesalahan karena di click kanan buka di new tab kita bisa dowload lagu tersebut, namun setelah 2 minggu berselang sudah tidak bisa lagi didownload.

Hari demi hari menunggu sampai album ini keluar, walaupun udah dapet bajakan tetap aja akan beli cd aslinya karena semua memang mengkoleksi semua albumnya sejak pertama dan gue fans metallica sejak kelas 4 SD :P. Di Album ini akhirnya metallica mengganti produser yang 14 tahun sudah mendampingi : Bob Rock. Banyak yang percaya gara-gara dia lagu metallica jadi ancur dan gue termasuk yang ikut petisi online untuk mengganti produser yang satu ini. Akhirnya metallica mengambil Rick Rubin menjadi produser, yang juga ikut menangani Slayer, makanya di beberapa bagian lagu ada yang mirip2 dengan lagunya slayer.

Welcome back Mr Hammet!!! Yup Kirk Hammett sang lead guitar akhirnya bermain solo dengan gayanya yang khas dan cepat. Yang berbeda vocalnya james hetfield. Mungkin karena sudah tua, suaranya sudah berubah dibandingkan 5 album pertama yang begitu menunjukkan kemarahan, namun lebih baik dibandingkan load, reload. Bunyi double bas drum Lars Ulrich juga menggemuruh lagi. Seperti halnya lagu-lagu metallica lainnya di mana seksi bass tidak terlalu mendominasi begitu juga di album ini, sang basis baru Rob Trujillo tidak terlalu terdengar. Secara keseluruhan gue puas banget dengan album ini, walaupun tidak ada yang terlalu memorable dibandingkan album-album lawasnya. Gue udah berulang-ulang dengerin lagu-lagu di album ini, dan belum bosan juga :P

Track listing :
1. That was just your life
2. The End of the line
3. Broke, Beat and scared
4. The day that never comes
5. Cyanide
6. All nightmare long
7. The unforgiven III
8. Judas Kiss
9. Suicide and redemption (instrumental)
10. My Apocalypse



Metallica is back

After hear new single named The Day Thar Never Comes…wow think they are back with good stuff.


It’s like “One” and “Fade To black” in modern style. The important thing is the solo guitar is back…hammett rule… like traditional metallica’s song. Can’t wait to hear their full album Death Magentic which will release on sepr 12 worldwide

Metallica Death Magnetic Track Listing

Here are the song titles in the running order . . .






That Was Just Your Life
The End Of The Line
Broken, Beat & Scarred
The Day That Never Comes
All Nightmare Long
Cyanide
The Unforgiven III
The Judas Kiss
Suicide & Redemption
My Apocalypse

The Album will be released worlwide at 12 September 2008
Source : www.metallica.com

Berburu Soto Pa Salam - Kuliner Bogor

Penasaran setelah mendapat kabar dari teman dan cari di internet kalo di Bogor ada soto bogor yang enak banget, maka perburuan pun dimulai :)

Soto "Pa Salam", terletak di Suryakencana, daerah pecinaan di Bogor, dapat diakses pake angkot 02, dan jalanannya sangat macet terutama di depan bogor plaza. Setelah cari referensi dari temen dan internet gue mulai menyusuri jalan suryakencana, untung temen gue bawa motor jadinya mudah, coba kalo naik angkot pasti macet banget, kalo jalan kaki…hmm pasti pegel. Sebulan yang lalu udah sempat mau nyari karena udah kemaleman sekitar jam 9 katanya udah abis jadinya dibatalkan.


Jl. Suryakencana

Dengan berjalan lambat menyusuri Jl. Suryakencana, gue celingukan nyari tempatnya katanya deket dunkin donuts. Sepanjang jalan banyak yang jual sate babi dan makanan mengandung babi…idiih..menjijikkan. Dari kejauhan terlihat plang dunkin donut dan benar di sana tempatnya Soto Pa Salam. Tempatnya di pinggir jalan di atas trotoar dan sangat kecil berada di kiri jalan diseberang Bank Mandiri Suryakencana.


Soto Bogor Pa Salam

Buset dah yang antri banyak banget, baik orang pribumi maupun cina. Banyak yang beli dibungkus atau makan di mobil karena ngga dapet tempat. Mau duduk juga susah, harus nunggu giliran. Nunggu 10 menit, akhirnya maksain aja masuk setelah ada yang selesai. Orang yang jualan orang sunda jadi mudah2an tidak mengandung babi. Di depan meja disediain bermacam jeroan sapi dari tampilan lebih bersih dari soto2 bogor yang lain yang ada deket terminal. Selain jeroan dan daging sapi ada juga perkedel, semur kentang yang dibuat seperti sate dan semur....Jengkol...gubrak..buset dah jengkol disemur ditusuk kaya sate...

Setelah liat - liat sebentar gue pilih paru dan picungan semacam babat berwarna putih dan lebih tipis dibandingkan babat plus perkedel. Kita tinggal pilih sendiri dan taruh di mangkuk. Jangan harap setelah milih bakal cepet disajikan, karena nunggu antrian dulu. Sekitar 15 menitan baru pesenan gue dihidangkan ditambah nasi putih dan teh tawar. Setelah mencampur dengan kecap, jeruk dan sambel baru gue cicipin kuahnya...hmmm lumayan. Kuahnya cukup kuat rasanya dibandingkan soto bogor lainnya. Rasa jeroannya juga lebih enak dan bersih. Namun sayang sambalnya kurang pedas, harus nambah sekitar 7 sendok sambal baru terasa pedas. Gue makan dengan cepat karena banyak yang antre nunggu dan udah Maghrib,dengan 2 potong jeroan, perkedel dan nasi gue membayar Rp.12.000. Rata - rata per potong jeroan Rp.4000-4500. Setiap orang yang selesai bayar, pedagangnya selalu mengucapkan "selamet"... tau dah maksudnya apa, dan ada pembeli yang nanya "selamet kenapa pa?" Kata penjualnya "yah mudah2an selamet di jalan". Oh ya istilah lain yang dipake ama penjualnya : "Out" untuk mengatakan jeroan yang sudah abis. "Jackson" untuk menyebut semur jengkol...gedubrak, karena dari pertama gue ada disitu sering banget nyebut jackson ternyata... :)

Akhirnya penasaran gue terjawab juga ngga terlalu istimewa sih cuma patut dicoba, sayang tempatnya kecil jadinya makan ngga bisa tenang :) Temen sempet tanya-tanya sama pengunjung di situ, yang katanya minimal sebulan 2-3 kali pasti makan soto ini,hmm ngga takut kolesterol tuh si bapak padahal udah tua. Pas ditanya apa yang bikin istimewa dia cuma bilang beda aja dari soto bogor yang lain. Biasanya buka mulai jam 17.00, sekitar 19.00 biasanya udah abis.

Demo Mahasiswa Anarkis...STUPID !!!!!

Abis baca berita di detik.com (24 Juni2008) dan liat2 foto aksi demo menuntut penurunan BBM. Cuma yang sangat - sangat disayangkan kenapa sampai rusuh???!!!!


Menambah sulit hidup yang sudah sulit para mahasiswa sekarang ini. Itu susahnya kalo otak ditaro di kaki,ngga bisa mikir. Ngeliat demo mahasiswa sekarang sama bencinya ngeliat tawuran anak SMA. Waktu tahun 1997/1998 gue juga ikut demo nuntut Soeharto turun, tapi ngga pernah terpikir untuk bikin rusuh atau merugikan orang lain.

Memangnya dengan membakar mobil, menutup jalan, BBM akan turun???tidak, pemerintah tidak seperti itu. Bukan maksud membela pemerintah, gue juga ngga respek dengan SBY - JK dan tentunya si Bakrie. Tapi bukan begitu caranya, dengan menyusahkan orang lain. Mengatasnamakan rakyat????berani bertaruh sebagian besar dari mereka juga ngga peduli dengan sekitarnya kalo ada yang kesusahan...Untuk mahasiswa yang suka demo anarkis .....GUOBLOGGG BANGET SIH LOE........@#$!^&^#@()@*#&@(^!_(#&^#(*@&

Death Magnetic

I've just read on encycmet.com that metallica already have the title for their new album


Here is the report :
Metallica's new album will be titled "Death Magnetic" and is expected in September via Warner Bros. The news was revealed over the weekend via the band's Web site. "Death Magnetic" was produced by Rick Rubin and is the follow-up to 2003's "St. Anger". It will also be the first with Rob Trujillo on bass
Source : www.encycmet.com

I can't wait to hear that

Temukan Roy Suryo - Google Ngambek??

Maaf, Google tidak mau lagi menemukan Roy Suryo, daripada nantinya dibilang salah kutip.
Hua..hua..hua..lucu juga nih kreatif

Coba buka http://www.google.com
terus ketik "temukan roy suryo" tanpa tanda kutip
klik tombol "saya lagi beruntung"

maka hasilnya :
Maaf, Google tidak mau lagi menemukan Roy Suryo, daripada nantinya dibilang salah kutip.

Awalnya gue baca email di yahoogroups & ada yg posting tentang ini dan ternyata benar. Karena penasaran browsing lagi dengan kalimat tersebut akhirnya nemu deh sumbernya : http://temukanroysuryo.co.cc/

He..he.. mungkin karena si Roy Suryo sering kasih komentar tanpa dasar makanya banyak yang sebel...
jangan bicara tanpa ada ilmunya...

Info lebih lanjut kunjungi : http://temukanroysuryo.co.cc/dukung.htm

Malang - Taman Hilang, Ruko Berganti

Jika Thomas Karsten masih hidup, mungkin dia akan terkaget-kaget melihat Kota Malang saat ini. Betapa tidak, kota yang dulu dia rancang sebagai kota taman, sekarang telah berubah menjadi kota ruko (rumah toko).

Apa mau dikata, seperti kota-kota lainnya di Indonesia, Malang juga tergilas roda pembangunan yang cenderung menghamba pada kepentingan ekonomi semata. Hingga tahun 1970-an, warga Malang masih bisa menikmati kemolekan kota ini. Cerpenis Ratna Indraswari Ibrahim, misalnya, masih ingat, setiap kali membuka pintu pada pagi hari, dia bisa melihat kabut dan embun. Dia juga masih bisa mendengar kicau burung gelatik dan suara jangkrik. Sekarang semuanya tinggal kenangan.

”Saya sudah lama kehilangan yang namanya kicau gelatik,” kata Ratna yang sejak kecil tinggal di Malang.

Ungkapan senada disampaikan Budi Sugiarto, dosen studi perencanaan wilayah dan tata kota dari Universitas Brawijaya. Dulu, katanya, kota ini penuh dengan taman bunga, kanal, dan danau kecil nan cantik. Jika menghadap ke barat, orang bisa melihat jajaran pegunungan yang bentuknya seperti putri tidur.

”Sekarang, taman-taman sudah berubah jadi mal dan perumahan elite, sementara pemandangan ke arah gunung terhalang bangunan tinggi,” ujarnya.

Menurut Budi, Karsten awalnya merancang Malang sebagai kota taman (garden city). Area untuk taman dan ruang terbuka mencapai 60 persen dari luas kota. Sisanya digunakan untuk area fungsi, seperti permukiman, perkantoran, dan perdagangan. Tahun 2000 luas taman yang tersisa tinggal sekitar 2 persen. Ke mana taman yang lainnya?

Taman-taman tersebut sudah lenyap tergilas roda pembangunan. Taman Indrokilo di belakang Museum Brawijaya telah berubah menjadi kawasan permukiman elite. Taman Wilis kini menjadi kios pedagang buku. Taman Jalan Veteran dan Taman Jalan Galunggung sekarang menjadi pompa bensin. Terakhir, sebagian ruang terbuka di Kompleks Stadion Gajayana disulap menjadi Mal Olympic Garden.

Ruko-ruko baru juga terus bermunculan di daerah yang dulunya ruang terbuka. Saking gencarnya pembangunan ruko, sampai-sampai anak muda memelesetkan slogan ”Kota Malang Ijo Royo-royo” menjadi ”Kota Malang Ijo Ruko-ruko”.

Pembangunan yang dilakukan secara serampangan seperti ini membuat kualitas lingkungan Malang merosot. Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Karangploso Malang mencatat, sepanjang kurun waktu 1990 hingga 2006, suhu di Malang meningkat 0,050 derajat Celsius setiap tahun. Suhu maksimum tahun 1990 29,1-33,2 derajat Celsius. Tahun 2006, pernah dicapai 33,8 derajat Celsius. Tidak heran jika udara Malang yang dulu sejuk sekarang terasa gerah.

Malang yang seharusnya tidak banjir pun sekarang banjir. Menurut Budi, secara teori, Malang tidak seharusnya banjir karena kota ini dibelah beberapa sungai, antara lain Kali Berantas, Kali Bango, Kali Amprong, dan Kali Metro. Banjir terjadi karena danau kecil dan situ banyak yang lenyap. Padahal, itu penting untuk parkir air hujan sebelum masuk ke sungai.

Autis

Perubahan wajah kota secara berangsur-angsur juga mengubah karakter warganya. Ketika zaman penjajahan Belanda, kata Budi, londo-londo yang bermukim di sekitar Jalan Ijen umumnya senang bersosialisasi. Karena itu, rumah mereka tidak dipagari agar mereka bisa dengan mudah saling berkunjung. Kadang mereka membuat pesta kebun di bulevar Ijen sambil dansa-dansi.

Sekarang, kata Budi, penghuni kawasan itu umumnya tinggal dengan dunia masing-masing. Rumahnya pun dibatasi dengan pagar-pagar tinggi.

Ratna menambahkan, sifat egaliter dan guyub dulu terasa begitu kental di kalangan warga Malang. ”Kita tahu dan kenal siapa orang yang tinggal di sekitar kita,” katanya.

Sekarang, lanjut Ratna, warga Malang, khususnya di kalangan anak muda, seperti orang autis yang sibuk dengan dunianya sendiri dan cuek dengan lingkungan sekitar. Mereka terhanyut gaya hidup metropolis seperti anak- anak muda lainnya di hampir semua kota besar di Indonesia. ”Ngomong-nya pun sudah pake lu gue kayak orang Jakarta,” katanya.

Fenomena metropolis memang kian terasa kuat di Malang. Ada semacam kebutuhan di kalangan anak muda Malang untuk berpenampilan sama seperti anak muda di Bandung, Jakarta, dan Surabaya. Karena itu, sebagian dari mereka selalu mengikuti apa pun yang tengah menjadi tren di ketiga kota itu.

Bagus Oktavianus, manajer band indie Malang, Chrom, mengatakan, untuk urusan penampilan, anak muda Malang sekarang berkiblat ke Bandung. ”Banyak anak muda yang merasa nggak oke (penampilannya) kalau belum memakai pakaian buatan Bandung,” katanya.

”Beberapa tahun lalu, cewek- cewek Malang juga meniru rambut model poni yang lagi nge-tren di Bandung,” tambah Bagus.

Tidak heran, distro-distro yang menjual produk-produk Bandung terus bermunculan sejak tiga tahun lalu di Malang. Untuk menarik minat, distro-distro itu sengaja diberi nama dengan embel- embel Bandung, seperti Distro Bandung Sport 4 U L (baca: four you all).

”Invasi” gaya hidup Bandung juga menggelinding ke wilayah makanan. Sejak dua tahun belakangan, warga Malang akrab dengan yang namanya roti bakar bandung, batagor, cilok, tahu sumedang, mi kocok bandung, hingga serabi bandung. Pokoknya, makanan yang sedang atau pernah nge-tren di Bandung dibawa ke Malang.

Di bidang musik, kata Bagus, band-band indie Malang juga merujuk ke Bandung meski Malang tahun 1970-an pernah menjadi barometer musik rock Indonesia. ”Secara umum, banyak band indie di sini yang ingin memiliki komunitas yang solid seperti di Bandung. Tapi, kami belum berhasil,” ujar Bagus.

Bagi Ratna, fenomena di atas menunjukkan betapa anak muda di Malang mulai kehilangan jati diri. ”Mereka mulai tidak pede dengan identitasnya sebagai Arek Malang,” katanya.

Apa mau dikata, orang Malang sudah telanjur masuk jebakan kapitalisme yang mendorong keseragaman. ”Arus kapitalisme memang sulit dibendung, tapi kalau kita cerdas, kita bisa menelikungnya,” kata Ratna.

Caranya, lanjutnya, dengan mempertahankan kultur Arek Malang yang egaliter. Jika tidak, Malang akan makin tergilas.

Oh tidaaak…! (Dahlia Irawati)

Source : http://www.kompas.com/kompascetak.php/read/xml/2008/05/25/00385785/taman.hilang.ruko.berganti

Malang - Dulu Rock, Sekarang Aremania

Tahun 1970-an, rock menjadi ikon Malang. Kini, giliran Aremania yang menjadi ikon. Sebagian besar pemuda di Malang—bahkan yang tidak suka sepak bola pun— mengidentifikasi dirinya sebagai Aremania. Kok bisa?

Komunitas pendukung klub sepak bola Arema Malang ini seolah lahir begitu saja pada tahun 1990-an seiring perkembangan klub swasta Arema Malang. ”Tidak ada yang membentuk Aremania karena komunitas ini terbentuk dengan sendirinya. Siapa pun yang mencintai Aremania boleh ikut meski bukan orang Malang,” kata Yuli Sumpil, dirigen Aremania.

Sampai sekarang, komunitas ini dibiarkan cair, tanpa struktur, ketua, apalagi pembina. Maksudnya agar Aremania tidak tersusupi kepentingan tertentu. Aremania tidak ingin seperti komunitas suporter sepak bola di kota lain yang menjelang pemilu bisa diubah menjadi mesin politik. Hanya dengan mempertahankan karakternya yang cair itu, lanjut Yuli, Aremania bisa berkembang dan melekat di hati Arek Malang.

Mengapa Aremania mudah diterima di hati Arek Malang? Cerpenis Ratna Indraswari Ibrahim mengatakan, karakter Aremania sesungguhnya mewakili sifat Arek Malang yang egaliter, guyub, kuat rasa persaudaraannya, dan terus terang. Karena itu, Arek Malang dengan senang hati mengidentifikasi dirinya sebagai Aremania.

Komunitas ini juga masih mempertahankan tradisi untuk berbicara dengan bahasa walikan yang kata-katanya dieja dari belakang. Mas menjadi sam, singo edan menjadi ongis nade, saya menjadi ayas, arek malang menjadi kera ngalam. Cuma kata kodok yang tak mungkin dibolak-balik karena hasilnya tetap kodok juga.

Bagi Fahmi Haris (29), manajer band CCCC, Aremania menjadi semacam identitas khusus bagi anak muda Malang yang kini hidup di zaman global yang serba seragam. ”Kalau bicara arek-arek, mungkin kita sama dengan Arek Suroboyo, Arek Kediri, Arek Tulungagung. Tapi, kalau sudah bicara sepak bola kita beda. Kami tidak mau disamakan dengan bonek (bondo nekad) sebab kalau nonton bola kami semuanya bayar,” ujar Fahmi.

Fahmi melanjutkan, Aremania juga menjadi sebuah tempat untuk memperjuangkan visi bersama, yakni membela kebenaran. Pernyataan Fahmi ini seolah menemukan aktualitasnya ketika kita menengok sejumlah kaos Aremania. Beberapa kaos bertuliskan kecaman dan kritik keras terhadap kinerja PSSI di bawah pimpinan terhukum Nurdin Halid.

Sources : http://www.kompas.com/kompascetak.php/read/xml/2008/05/25/00391460/dulu.rock.sekarang.aremania

Malang - Kota Bertemunya Tiga Lembah

Malang, kota seluas 110,06 kilometer persegi di Provinsi Jawa Timur, mempunyai letak geografis yang sangat strategis. Herman Thomas Karsten, arsitek Belanda yang membangun Malang, melukiskan Malang sebagai daerah yang indah.

Terletak di perbukitan, sekitar 85 kilometer sebelah selatan Surabaya, kota ini semenjak dahulu beruntung karena letaknya yang baik. Di kota ini bertemu tiga lembah yang masing-masing mempunyai jalan dan sungainya. Dari arah barat laut lewatlah Kali Brantas, dari utara ada Kali Bango, dan dari timur Kali Amprung. Lembah keempat mempertemukan tiga sungai, tetap mengambil Kali Brantas, menuju selatan.

Jika mau dirunut jauh ke belakang, sejarah Kota Malang dimulai dengan terbentuknya dataran tinggi Malang pada tahun 6752 SM. Lalu zaman bergerak dan muncullah kerajaan-kerajaan mulai dari Kanjuruhan, Singhasari, hingga Majapahit. Namun, Malang sebagai gemeente (kotamadya) ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 1 April 1914, yang selanjutnya ditetapkan sebagai hari jadi Kota Malang.

Handinoto dan Paulus H Soehargo dalam bukunya, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang (1996), menyebutkan, pada awal Kota Malang lahir, peran alun-alun sebagai pusat administrasi dan kontrol produksi sangatlah kuat. Dulu, hampir semua kegiatan produksi ekonomi terkumpul di sana. Saat ini, pembangunan Kota Malang sudah menyebar ke semua arah.

Bangunan bersejarah

Ada banyak simbol sejarah yang menyertai perjalanan dan perkembangan Kota Malang, salah satunya adalah patung Ken Dedes di Jalan Balearjosari. Dalam buku berjudul Malang, Telusuri dengan Hati (2007) karangan Dwi Cahyono disebut, arca Ken Dedes yang ditemukan di kompleks candi Singhasari itu membuktikan, Malang memang merupakan pusat kerajaan besar di wilayah Jawa.

Bangunan bersejarah di Malang yang saat ini masih dipertahankan antara lain rumah penduduk di perumahan-perumahan seperti di Jalan Diponegoro dan Jalan Soetomo. Cerpenis Ratna Indraswari Ibrahim termasuk warga yang membiarkan rumah tuanya di Jalan Diponegoro persis seperti lebih dari 50 tahun lalu.

Bangunan lain yang masih asli adalah Toko Oen di Jalan Basuki Rahmad. Tempat ini kerap menjadi tempat kongkow turis asing. Hotel Pelangi di Jalan Merdeka Selatan III interiornya juga masih asli, seperti tegel-tegel dinding bergambar pemandangan Belanda. Hotel tertua di Malang yang dibangun tahun 1915 ini awalnya bernama Palace Hotel.

Penanda-penanda kota ini membuat Malang menjadi khas. Bahkan, patung penyair Chairil Anwar yang asli Medan itu justru ada di Malang, di Jalan Basuki Rahmad. (IVV/BSW)

Source : http://www.kompas.com/kompascetak.php/read/xml/2008/05/25/00382733/kota.bertemunya.tiga.lembah

Malang - Kerbau Itu Dikira Kambing

Seperti apa Malang tempo dulu? Bagaimana tata kotanya, kultur masyarakatnya? Lewat ”Malang Old Festival” atau ”Festival Malang Kembali” di Jalan Ijen, Kota Malang, 22-25 Mei 2008, warga Malang diajak masuk ke sebuah ”lorong waktu”, mengecap suasana masa silam, mulai zaman Kanjuruhan hingga Kolonial. ”Malang Kembali” mengajak warga untuk kembali ke jati diri.

Puluhan ribu warga memenuhi Jalan Ijen selama festival berlangsung. Acara ini selain menjadi ajang klangenan mengenang masa lalu juga menjadi semacam ruang sosial untuk berinteraksi. Sekelompok anak muda mengenakan batik, asyik berbincang sambil lesehan makan orem- orem, makanan khas Malang terdiri dari ketupat yang diguyur kuah tempe plus lauk telur asin atau ayam goreng. Beberapa lelaki berusia lanjut, juga mengenakan batik, duduk bersila melingkar di satu sudut warung.

”Ayo mampir, ngemut (mengulum) permen gulali warisannya Mbah Kakung (kakek),” rayu penjual gulali kepada pengunjung yang lewat. Gulali dianggap sebagai makanan masa lalu lantaran saat ini sudah sulit dijumpai, atau bahkan tidak ada lagi penjualnya. Gulali ini semacam permen lolipop, tetapi lembek. Penjual baru akan menyendok gulali dari nampan dan membubuhkannya ke ujung gagang permen begitu ada pembeli memesan. Dulu, penjual gulali biasa berkeliling dari kampung ke kampung.

Berbagai jenis makanan dan minuman dijual di gerai-gerai yang dibangun di trotoar Jalan Ijen sisi kiri dan kanan sepanjang 750-an meter. Selain gulali, ada pula jenang grendul (jenang coklat terbuat dari beras ketan), gula kacang, hingga tiwul dan gatot (terbuat dari singkong). Selain makanan yang langka ditemui, dijual pula makanan khas Malang, seperti orem-orem tadi.

Segala hal yang berbau masa lalu atau khas Malang ditampilkan. Ada gerai penjualan uang lama, sepeda ontel, buku serta majalah tua. Di gerai kawasan Majapahit, ditawarkan pelatihan membuat keris, wayang, gerabah, serta arca.

Suasana pun sebisa mungkin dibikin seperti masa lalu. Orang- orang berpakaian lurik dan sewek (kain batik) lengkap dengan belangkon mondar-mandir di seputaran arena. Sejumlah orang mengenakan pakaian ala zaman kolonial Belanda sambil menyandang bedil. Mereka mengendarai sepeda ontel tua, mengelilingi arena.

Oh ya, di zaman ini sawah pun dianggap kuno. Panitia membuat satu petak sawah lengkap dengan tanah gembur, tanaman padi, serta kerbau. Agar suasana lebih ndeso, panitia memasang poster bergambar pemandangan pegunungan.

Banyak pengunjung begitu girang berfoto dengan latar belakang sawah dan poster pemandangan yang bercap salah satu sponsor itu. Ada yang berdiri sambil bergaya sedang menunjuk ke suatu tempat jauh. Sebagian dari mereka juga begitu takjub ketika melihat kerbau.

”Eh, ono (ada) wedus kambing,” teriak seorang cewek saat melihat seekor kerbau dan gudel (anak kerbau) di dekat sawah-sawahan itu. Beberapa cewek lalu berpose bersama kerbau yang dikira kambing itu.

Agaknya, sudah menjadi sebuah fenomena global jika anak- anak zaman sekarang tidak lagi mengenal asal muasal nasi yang mereka makan. Tidak hanya di kota metropolitan seperti Jakarta, tetapi juga di Malang yang berpenduduk sekitar 807.000 jiwa. Padahal, lahan sawah di Kota Malang masih seluas 1.444 hektar, tersebar di empat kecamatan dari lima kecamatan. Hanya di Klojen yang tidak ada sawahnya (Kota Malang dalam Angka, 2007).

Tahu sejarah

”Kami ingin semua orang Malang mengerti betul sejarah Malang,” kata penggagas sekaligus Ketua Panitia Festival Malang Kembali (FMK) Dwi Cahyono. Dwi berani menegaskan hal itu karena ia melalui Yayasan Inggil miliknya pernah melakukan survei dan ternyata 90 persen rakyat Malang tidak mengetahui persis kelahiran kotanya.

Pada FMK pertama tahun 2006, Dwi memilih tema kelahiran Kota Malang (1914-1942). Pada tahun 2007 ia meneruskan dengan tema perjuangan Kota Malang (1942-1947). Tahun ini, Dwi ingin membahas posisi Malang dalam sejarah nasional, mulai terbentuknya dataran tinggi Malang pada tahun 6.752 SM, lantas berdirinya kerajaan-kerajaan, hingga masa kolonial tahun 1947.

Tahun ini, panitia mendapat kucuran dana Rp 500 juta dari APBD Kota Malang, sejumlah sponsor, serta uang administrasi pengisi gerai Rp 100.000 per gerai.

Dwi berharap, ajang ini bisa menjadi cantelan untuk menata kota Malang ke depan menjadi lebih baik. Penataan kota akan menjadi pas jika pihak yang menata mengetahui persis kelahiran kotanya dengan jelas.

Sejarah, menurut Dwi, harus disampaikan dengan cara menghibur jika mau didengar. ”Itulah mengapa kami memakai kemasan kuliner, kerajinan, ludruk, keroncong, dan karawitan,” tutur Dwi.

Kelompok kesenian pencak silat, seperti Kerajaan Temor Kali dari Karang Taruna RW 4 Kedung Kandang, adalah salah satu yang merasakan manfaat festival ini. Meski hanya dibayar tidak lebih dari Rp 1 juta, sekadar untuk ongkos transportasi 25 anggota, mereka memperoleh banyak kenalan dan dengan demikian berkesempatan ditanggap. ”Biasanya kami ditanggap untuk kawinan, tarifnya antara Rp 1 juta-Rp 1,5 juta,” kata Ketua Karang Taruna RW 4 Kedung Kandang M Wahid.

Banyak kritik dari pengunjung. Salah satunya, seperti disebut cerpenis Malang, Ratna Indraswari Ibrahim, festival ini menjadi hampir mirip pasar malam saking banyaknya orang yang berjualan. Bahkan bisa ditemui di sana gudeg Yogya serta kerak telur Betawi.

Jati diri

Bagi Dwi, ia setidaknya ingin menunjukkan satu hal. Banyak hal bisa dibanggakan rakyat Malang jika mengetahui masa lalunya. ”Kami bukan ingin sekadar bernostalgia. Kami ingin kembali pada momen atau fisik yang mengubah sejarah Malang agar masyarakat mengenal jati diri,” paparnya.

Pencarian jati diri melalui perhelatan semacam ini, menurut dosen pascasarjana Universitas Negeri Malang, Djoko Saryono, adalah sebuah gejala umum. Seseorang bahkan sebuah kota akan selalu mencari akarnya untuk melegitimasi jati diri.

Bahayanya, hal ini sangat subyektif. Seolah-olah masa lampau menjadi jati diri yang paling baik untuk dirujuk. Padahal, jati diri itu adalah suatu proses sosiokultural yang terus-menerus dibentuk.

Konsep FMK bagi Djoko menjadi kurang jelas. Contohnya penggunaan gaya bahasa Melayu-Tionghoa, yang sebetulnya bukan cikal bakal nasionalisme, apalagi dikaitkan dengan jati diri Malang. Kata-kata seperti ”Boeat Pendoedoek Seantero Negeri” yang dipajang di baliho adalah gaya Melayu-Tionghoa.

Jika ingin mengaitkan sejarah dengan jati diri Malang, pemakaian bahasa walikan justru lebih tegas. Bahasa walikan adalah kata yang dibaca terbalik dari belakang. Misalnya arek malang menjadi kera ngalam. Saya tidak ngerti menjadi ayas kadit itreng. Saya tidak gelem (mau) menjadi ayas kadit meleg.

”Bahasa walikan ini bukan bahasa Jawa, bisa bahasa apa saja. Bahasa ini tidak dipakai pada tingkat leksikal, tapi sintaksis. Ada prinsip musikalitas dalam satu kata atau kalimat,” papar Djoko. Bahasa ini populer pada tahun 40-an dan lahir dari kalangan penjambret dan preman sebagai bahasa sandi. Bahasa ini kemudian meluas menjadi kekhasan Malang.

Jadi, apa sebenarnya jati diri Malang? Ratna Indraswari dan Djoko Saryono sama-sama menyebut egalitarianitas dan inklusivitas. ”Malang saat ini adalah sebuah komunitas baru yang sepenuhnya modern. Komunitas Malang bukan entitas etnik, tapi sebuah komunitas yang plural, cair, egaliter, yang biasa disebut sebagai Malangan,” jelas Djoko.

Semua etnis bisa masuk sebagai komunitas Malangan, misalnya dari Madura, Bali, bahkan Sunda. Karena masyarakat Malang sangat toleran, semua etnik bisa dengan mudah masuk dan menjadi seorang Malangis.

Itulah mengapa Ratna betah di Malang. ”Saya masih merasa sebagai a big child di sini,” ucapnya.

Osi ae….(iso ae, bisa saja)….

Source : http://www.kompas.com/kompascetak.php/read/xml/2008/05/25/00380896/kerbau.itu.dikira.kambing

Cartoon About The "BLT"






Source :http://www.kompas.com/kompascetak.php/kartun
(Click to resize)

Testament Plan to Arrange A Concert in Jakarta

I've just visited Testament Official Website and on the tour section i read that they want to arrange a concert in Jakarta on September.



September 2008:
09/17/08 Senayan Indoor Tennis - Jakarta, Indonesia
09/25/08 The Arena - Brisbane, Australia
09/26/08 The Hi-Fi - Melbourne Australia
09/27/08 The Metro - Sydney, Australia

I was a fan of Testament until the Practice What Your Preach Album, after that i never collect their songs again. I impressed with their lead guitarist, Alex Scolnick. After I read their biography it is obvious that Alex Scolnick join back to the group. All I know is he was resign from the group several years ago. I am considering to watch their concert in Jakarta.

A brief about Testament from wikipedia.

Testament is an American thrash metal band from California. Being one of the more influential American thrash metal bands, they were perhaps the most popular band of that scene to not break into the mainstream and see the success that the bands known as the "Big Four of Thrash" (Anthrax, Megadeth, Metallica and Slayer) did. Some of their records nonetheless entered the charts in major markets such as the United Kingdom and Germany. Testament has two Top 40 albums and one Top 50 album to its credit in the UK. Their 1999 album The Gathering also entered the Top 50 in Germany. They had minor top 100 album success in the United States.

First decade
Testament was formed in the San Francisco area in 1983 by guitarist Eric Peterson and his cousin, Derrick Ramirez, also a guitarist, originally using the name Legacy. The band soon recruited bassist Greg Christian, drummer Mike Ronchette, and vocalist Steve Souza. Ramirez was subsequently replaced by guitarist Alex Skolnick, who had studied under bay-area guitarist Joe Satriani. The band released one self-titled 4 song demo in 1986. Ronchette left shortly after the recording and was replaced by Louie Clemente. Steve Souza subsequently left the band to join Exodus, and suggested that Chuck Billy should replace him on lead vocals. While recording their first album, the band was forced to change their name to Testament (which, according to Maria Ferrero in the May 2007 issue of Revolver, was suggested by Billy Milano of S.O.D.) because "The Legacy" was already trademarked by a jazz band.

Testament's first album, The Legacy, was released in 1987 on Megaforce Records. Testament received instant fame within thrash circles and were often compared with fellow bay-area thrash pioneers Metallica. The band quickly managed to increase their exposure by heading out on a successful tour of America and Europe with Anthrax, who were then touring in support of their Among the Living album. On this tour the Live at Eindhoven EP was recorded.

The next album, The New Order, was released in 1988, and found the band continuing in a similar vein. After another successful world tour the band headed back into the studio to record Practice What You Preach. Released in 1989, the album minimized the occult and gothic themes found in the lyrical content of their first two albums, instead focusing on real-life issues such as politics and corruption. The album was the band's most popular to date and even MTV took notice, giving the title track extensive airplay on Headbanger's Ball.[citation needed]

However, Testament would never be able to equal the success they found with Practice. In 1990, Souls of Black was released to mixed reviews and slow album sales. Attempting to reconnect with an audience distracted by the growing grunge movement, Testament released The Ritual in 1992. The Ritual saw a stylistic move away from thrash to a slightly more traditional heavy metal sound. Sales were poor and the band began to implode.[1]

Changes in formation
Alex Skolnick
Alex Skolnick

The next two decades were marked by a series of changes in the formation of the band, followed by a change of pace in its musical style. Lead guitarist Alex Skolnick and drummer Louie Clemente, who had begun to involve more mainstream thinking which did not jibe with Peterson, Billy, and Christian's traditional thrash preferences, as a result of this clashing, left soon after The Ritual's release. Skolnick would subsequently leave to temporarily join Savatage. Drummer Louie Clemente moving towards a more stable non-musical career, whereas Peterson and Billy wanted Testament to become more metal, not less.

In 1993, Skolnick and Clemente were temporarily replaced by Glen Alvelais and Paul Bostaph respectively, both of the thrash band Forbidden. This lineup released the 1993 live EP, Return to Apocalyptic City. Soon after, Alvelais quit the band and Paul Bostaph departed to join Slayer. 1994's Low, featured John Tempesta on drums and death metal guitarist James Murphy, formerly of Disincarnate, Death, Cancer, and Obituary. Low was a diverse album, featuring various influences such as death metal, groove metal, and as well as a ballad: "Trail of Tears". The band's remaining fans reacted favorably to Low although it did little to expand Testament's fanbase. Some fans, however, viewed Testament's move away from the mainstream as a liberation that allowed them to expand artistically, not being pressured by sales and success as they once were. Tempesta left after the recording of the album, being replaced by Jon Dette for the following tour. After their 1994-1996 tour, Greg Christian, James Murphy Jon Dette departed the band. Dette departed to join temporarily join Slayer to replace Bostaph, a former member of Testament. Dette's temporary replacement was Chris Kontos, formerly of Machine Head and he featured on the 1996 club tour.

The band's follow-up album, Demonic, released in 1997, took a new approach, and found Testament experimenting with death metal more. The album featured Eric Peterson on both lead and rhythm guitar (although Glen Alvelais made a guest appearance, and played on the subsequent tour), early member Derrick Ramirez on bass guitar, and former Dark Angel drummer Gene Hoglan. Hoglan left before the tour to join Strapping Young Lad, with once again Jon Dette returning to tour. By 1999, Ramirez and Alvelais had departed and James Murphy had returned for the release of The Gathering. The rhythm section on The Gathering was highly respected, consisting of metal fretless bass pioneer Steve DiGiorgio (formerly of Death and Sadus) and original Slayer drummer Dave Lombardo. The sound of the album was largely a combination of death metal, thrash metal, and a minor black metal influence from Eric Peterson's side project, Dragonlord.

Soon after the release of The Gathering, lead guitarist James Murphy was diagnosed with a brain tumor. Through various fundraisers, Murphy was able to afford surgery and eventually made a full recovery. Nevertheless, he now cannot recall anything from the recording of The Gathering. In 2001, Chuck Billy was also diagnosed with cancer which was treated successfully. In August of 2001, friends of Billy organized the Thrash of the Titans benefit concert, featuring seminal Bay Area thrash bands Vio-Lence, Death Angel, Exodus, Heathen, and others. The show was headlined by a Legacy reunion, featuring Steve Souza on vocals, and former guitarist Alex Skolnick, who had not played with the band since 1992 and Greg Christian. Late in 2001, Testament released First Strike Still Deadly, a collection of re-recordings (with modern studio technology) of songs from their first two albums. The album featured the lineup of Billy, Peterson, DiGiorgio, the return of Alex Skolnick on guitar and John Tempesta on drums.

[edit] Recovering of Billy, reunion and new album
Chuck Billy
Chuck Billy

By 2003 Chuck Billy had completely recovered, and the band began performing live again with a new drummer, John Allen of Sadus. In 2004, the band changed their lineup once again for their summer festival live appearances, and John Allen was replaced by Paul Bostaph, returning to the band for a second stint after a decade's absence. Lead guitarist Steve Smyth also departed to join Nevermore, and was replaced by ex-Halford guitarist "Metal" Mike Chlasciak. Ironically, shortly after Steve Smyth's departure, Eric Peterson fell down a flight of stairs, breaking his leg, and was unavailable for some dates. He was temporarily replaced by Steve Smyth.

In May 2005, it was announced that Testament would be doing a brief Europe-only reunion tour - known as the "10 Days in May Tour" - featuring the original lineup of Billy, Peterson, Skolnick and Christian, with drum duties shared between John Tempesta and Louie Clemente. After the success of the initial tour dates, Testament announced more dates in the US, Europe and Japan with the classic lineup. Alex has also been touring the East Coast with the Trans-Siberian Orchestra.

Testament played for the first time in the Middle East at the Dubai Desert Rock festival in March 2006. Other notable bands that performed for the Desert Rock Festival were Iron Maiden, Megadeth and 3 Doors Down.

Testament released their new album, titled The Formation of Damnation, on April 29, 2008. Their first proper studio album in 9 years, it is the first Testament album to feature Alex Skolnick on guitar since 1992's The Ritual, also the first to feature bassist Greg Christian since 1994's Low. Interviews on the Live In London DVD suggest that a follow-up to The Formation of Damnation may be written with the classic album lineup. Eric Peterson did say that Skolnick has been writing songs for the new album, which confirms this [2] . They have recently signed to Nuclear Blast Records .[3]

In July 2007, the band played a show at Jaxx Nightclub in Springfield, VA, with Paul Bostaph filling in on drum duties. It was later confirmed that Bostaph would be officially returning to the band to record the new album. The band debuted a new song at that show, currently entitled "The Afterlife"[4], which they also played again at Earthshaker Fest.

In February 2008, the band released the song "More Than Meets The Eye" from the new album on their Myspace page.

In April 2008, Testament was confirmed for Ozzy Osbourne's Monsters of Rock festival to take place on July 26, 2008 in Calgary, Canada.[1]

Also, the band was confirmed to be the main event on the first day of the "Gillmanfest," a rock festival to be held on May 24th, 2008, in Valencia City, Venezuela. Testament will also be touring the U.S., as a supporting act for Judas Priest, Heaven and Hell, and Motorhead.

[edit] Members

Testament has had numerous lineup changes, and Eric Peterson and Chuck Billy have been the only constant members.

[edit] Current members
Nick Barker
Nick Barker

* Chuck Billy - Vocals
* Eric Peterson - Guitar
* Alex Skolnick - Guitar
* Greg Christian - Bass
* Paul Bostaph - Drums

[edit] Former members

* Nick Barker - Drums
* Louie Clemente- Drums
* John Tempesta - Drums
* Dave Lombardo - Drums
* Gene Hoglan - Drums
* Glen Alvelais -Guitar
* Derrick Ramirez - Bass/Guitar/Vocals (was also in the band when they went under the name Legacy. Did the guitar and vocal duties on their first demo)
* James Murphy - Guitar
* Jon Allen - Drums
* "Metal" Mike Chlasciak - Guitar
* Steve "Zetro" Souza - Vocals (when they went under the name Legacy. Did the vocals on their second demo)
* Jon Dette - Drums
* Steve Smyth - Guitar
* Steve DiGiorgio - Bass
* Chris Kontos - Drums
* Mike Ronchette - Drums

Steve Jacobs - Touring drummer, South American leg of the Demonic tour 1997 and Japanesse leg of the Gathering tour 1999

Alasan Pemerintah Menaikkan Harga BBM

Alasan kenaikan bbm itu bukan karena tingginya harga minyak dunia kalo melihat pernyataan sri mulyani di kompas hari kamis 22 mei 2008 dengan judul berita BLT Dibayarkan Hari Jumat


Rata-rata kenaikan harga premium, solar, dan minyak tanah, kata Sri Mulyani, mencapai 28,7 persen di atas harga jual saat ini. Kenaikan terpaksa dilakukan karena semua langkah yang sudah dilakukan pemerintah belum dapat mengangkat kepercayaan pelaku pasar modal. Belum pulihnya kepercayaan pelaku pasar modal ditandai oleh meningkatnya imbal hasil surat utang negara (SUN) 300 basis poin pada Januari-Mei 2008. Di sepanjang Januari-Mei 2008, pemerintah hanya dapat menghimpun dana dari penerbitan SUN Rp 57,8 triliun dengan suku bunga 2,5-3,5 persen lebih tinggi dari kondisi normal. ...

Kemudian 2 paragraph berikutnya :

Menkeu menegaskan, kenaikan harga BBM merupakan langkah terbaik yang bisa dilakukan. Jika subsidi BBM dipertahankan sama halnya dengan mempertahankan ketidakadilan, yaitu 20 persen orang terkaya di Indonesia menikmati 40 persen subsidi BBM, sementara 20 persen rakyat termiskin menikmati 11 persen subsidi BBM.

Kalo kutipan wartawan itu benar berarti inkonsistensi pernyataan.Sebenarnya alasan keadilan atau jatuhnya pasar modal yang dijadikan dasar kenaikan BBM ?
Kalo yang dipakai alasan pada paragraf pertama, berarti berapapun kenaikan harga minyak dunia asalkan pasar modal ngga drop, ngga bakal dinaikin dong tuh BBM.
Kalo harga beras turun,harga pupuk naik,petani jadi tambah miskin, nelayan ngga bisa melaut karena harga solar naik, kayanya gov ngga pernah se all out kalo ada masalah di pasar modal.


the rich get richer the poor stay poor




Metallica New Album

Dear Metallicatz, i've got a good news about the release date of Metallica new album. I got it from encycmet.com, here is the news.


encycmet.com visitor Lee Elias from New York city reports: I have attached two pictures of the billboard. The billboard is located in times square Manhattan on 46th and Broadway. The store is called Billabong, it is a Surf type shop and is right next to MTV New York.
I am excited to finally have an end date for the next album! It will be released in September. So, why does this shop have the only existing Metallica poster printed with the new album release date? Well, the band released a special Metallica Billabong shorts a few months ago. They also probably paid the store to have it up in the window to get some easy attention from MTV.
Whatever reason, September is the month

Mount Bromo at a Brief

Mount Bromo also Gunung Bromo, located in the Tengger Caldera, is one of the most popular tourist attractions in East Java , Indonesia. It is an active volcano and part of the Tengger massif, and even though at 2329 meters it is not the highest peak of the massif, it is the most well known.



Legend

According to a local folk tale, at the end of the 15th Century princess Roro Anteng from the Majapahit Empire started a separate principality together with her husband Joko Seger. They named it Tengger by the last syllables of their names. The principality did prosper, but the ruling couple failed to conceive children. In their despair they climbed Mount Bromo to pray to the gods, who granted them help, but requested the last child to be sacrificed to the gods. They had 24 children, and when the 25th and last child Kesuma was born Roro Anteng refused to do the sacrifice as promised. The gods then threatened with fire and brimstone, until she finally did the sacrifice. After the child was thrown into the crater, the voice of the child ordered the local people to perform an annual ceremony on the volcano, which is not held today.

Elevation : 2,329 metres (7,641 feet)
Location : East Java
Coordinates : 7°56′24″S, 112°57′00″E
Type : Stratovolcano (active)
Last eruption : 2004

Source : Wikipedia

Sunrise at Mount Bromo

In some parts of this world, you have the chance to see volcanoes. Volcanoes have something magical and seducing, they are beautiful and scary, they can be peaceful now and a few moments later destructive. They show that this earth of ours is actually alive and kicking, and constantly changing not just on the surface but deep inside as well. Volcanoes do all kinds of interesting things, they sleep, grow, grudge and explode

Rencana awal untuk menginap di bromo dibatalkan karena bingung cari kendaraan, akhirnya kami bertiga mencarter mobil L300 seharga Rp. 500 ribu PP Malang-Bromo termasuk BBM dan supir. Kami akan dijemput jam 1/2 1 Minggu dinihari (18 May 2008) di Malang. Sorenya sesampai di Malang, kami mencari makanan ringan untuk dibawa ke Bromo, Air Mineral, Minuman Isotonik dan Roti. Karena Gunung Bromo dapat dicapai dengan menggunakan mobil maka persiapan yang dilakukan tidak seribet ketika ke Gunung Gede.


Paling depan gunung Batok, Gn Bromo yang menyemburkan asap dan Gn Semeru di Kejauhan (Click untuk perbesar)

Tepat jam 00.30 mobil carteran datang. Perjalanan ke Bromo ini melewati daerah Nongkojajar, Pasuruan, dengan jalan yang begitu berkelok-kelok dan tanjakan tajam serta di tepi jurang. Marsel akhirnya muntah juga karena jalan yang menikung sangat tajam. Selain itu tidak terdapat rambu penunjuk jalan dan penerangan sehigga sangat tidak disarankan untuk mengendarai kendaraan sendiri. Namun jalannya cukup bagus dengan sedikit kerusakan di beberapa titik.

Setelah menempuh waktu sekitar 1 jam 30, menit kami sampai di pos pertama di desa Tosari jam 2 dini hari. Disana sudah banyak bikers yang ingin ke atas juga. Di pos tersebut udara sangat dingin mulai terasa, jadi dapat dibayangkan dinginnya diatas Penanjakan. Di pos setiap pengunjung harus membayar Rp. 4.500, sedangkan untuk turis asing sekitar Rp. 22 ribu. Selain L300, sebagian besar angkutan ke atas adalah Toyota Jeep Hardtop sewaan. Karena masih terlalu pagi supir kami menyuruh agar kami istirahat sebentar dan mulai naik lagi jam 02.30. Di dekat Pos tersebut terdapat toilet dan juga warung kopi yang menjual pop mie, kupluk, syal, slayer, rokok serta souvenir. Jam 02.30 kami mulai berangkat lagi menuju Penanjakan yang berada pada ketinggian 2.770 meter diatas permukaan laut (mdpl), sedikit lebih rendah dari Gunung Gede yang pernah kami daki dengan berjalan kaki selama 6 jam perjalanan melelahkan.

Penanjakan merupakan tempat untuk melihat sunrise dan Gunung Bromo dari jarak cukup dekat dan lokasinya lebih tinggi dari Gunung Bromo. Perjalanan ke Penanjakan memerlukan waktu 30 menit. Disana kami harus berjalan kaki sekitar 100 meter untuk menuju puncak tempat melihat sunrise. Disini udara benar-benar terasa sangat dingin. Setelah sampai ditempat untuk melihat sunrise, masih sedikit orang yang berada disana. Langit cerah, bulan purnama bersinar terang dan ratusan juta bintang terlihat sangat jelas karena tidak ada polusi.


Menahan dingin di Penanjakan

Walaupun sudah memakai baju tiga lapis : kaos, sweater dan jaket serta sepatu dan kaos kaki dobel tetap saja dingin merasuk membuat menggigil. Ujung jari tangan terasa membeku begitu juga leher karena lupa membawa syal. Disarankan untuk banyak bergerak untuk mengurangi dingin. Jam menunjukkan 3.30 pagi, masih cukup lama untuk melihat sunrise, sambil menunggu waktu dan menghangatkan badan, rokok dji sam soe menjadi andalan. Di kejauhan samar - samar terlihat gunung Bromo dalam kegelapan menambah kesan misteri.

Menjelang waktu subuh sekitar 4.30 pagi, orang-orang mulai berdatangan logat jawa medok bercampur bahasa asing mulai berbaur, tampaknya banyak turis LN yang datang. Jam 4.40 kami bertiga shalat Subuh terlebih dahulu, karena di daerah bromo kebanyak Hindu maka disana tidak disediakan tempat shalat. Untung teman yang pernah kesana sudah mewanti-wanti untuk membawa sajadah. Kami turun sedikit mencari tempat yang kira-kira baik untuk shalat. Kami shalat diatas semacam trotoar tempat yang agak sepi sehingga tidak terganggu oleh orang yang lewat. Di Penanjakan juga tidak ada air wudhu sehingga harus tayamum. Karena kami belum tahu letak persisnya matahari terbit jadi untuk kiblat kami berpatokan ke arah bulan. Setelah shalat bergantian selesai, kami naik lagi ke tempat untuk melihat sunrise. Ternyata sudah banyak sekali orang, sehingga tempat pertama kami yang strategis dekat pagar sudah banyak orang. Akhirnya dengan terpaksa berdiri agak jauh. Sementara itu angin semakin kencang berhembus menambah dingin suasana.

Bulan sudah mulai turun dan gelapnya malam mulai agak memudar sehingga mulai agak terlihat samar-samar Gunung Bromo. Hari semakin pagi, jam 5.00 mulai terlihat cahaya merah di ufuk, yang ternyata tempat matahari terbit bukan berada di arah gunung Bromo. Pengunjung semakin ramai dan merangsek maju ke dekat pagar untuk melihat sunrise. Cahaya merah oranye makin jelas terlihat namun matahari belum terlihat. Orang-orang sudah mulai sibuk memotret moment tersebut. Gue juga ngga ketinggalan untuk mangebadikan hal ini. Namun setelah hampir jam 5.45, matahari belum terlihat juga gue pikir udah selesai kemudian aku melihat kearah gunung Bromo yang semakin jelas terlihat diselimuti kabut pekat menyisakan puncaknya dan menyembul puncak gunung Batok serta gunung semeru samar-samar terlihat dibelakangnya menyemburkan asap.

Wow amazing seperti negeri diatas awan. Gue mulai mengabadikan pemandangan yang menakjubkan. Tidak lama kemudian orang – orang mulai gaduh, dan terdengar makian dari para turis bule yang memberi tanda kepada pengunjung di bagian depan agar tidak menghalangi pandangan, ternyata matahari mulai terlihat....Sunrise at Bromo....Untung sekali sedang kemarau sehingga pemandangannya dapat terlihat jelas. Setiap orang mulai mengabadikan momen tersebut, sayang kamera yang gue pake cuma kamera poket sehingga tidak optimal untuk mengambil gambar. Perlahan dari balik awan terlihat cahaya merah dan menyembul matahari. Setelah perlahan keluar dari balik awan matahari semakin cepat naik dan memancarkan sinar yang menyilaukan mata. Hmm Subhanallah... amazing....







Untuk memotret Gunung Bromo dari tempat yang bagus harus rela antre dan berdesakan. Mungkin waktu itu berdekatan dengan long week end jadinya sangat ramai pengunjung. Jam 6.30 perjalan dilanjutkan menuju lautan pasir dan Puncak Bromo. Tidak sampai setengah jam kami sampai di lautan pasir. Suasana yang aneh karena kabut tebal menyelimuti sehingga jarak pandang hanya sektiar 1 meter. Sinar matahari juga tidak dapa menembus, sehingga warna matahari berwarna putih. Disana sudah banyak Jeep Hardtop yang parkir, L300 yang kami tumpangi cukup kesulitan untuk mengarungi lautan pasir. Sampai di tempat parkir banyak penjual jasa kuda, namun karena pengunjung banyak sehingga mereka tidak mau mendatangi kami dan jual mahal. Setelah dicarikan oleh supir, kami dapat sewaan kuda seharga Rp. 75 ribu per orang bolak balik, katanya kalo pengunjung tidak rame sewa kuda antara Rp.30 - 50 ribu doang. Pemilik kuda-kuda tersebut merupakan penduduk suku Tengger yang mendiami daerah Bromo.



Ini pertama kalinya gue naik kuda dan cukup serem juga karena kuda yang gue naikin ngga bisa diem, binal juga nih kuda. Menuju puncak Bromo kita akan melewati pura yang setahun sekali oleh masyarakat Tengger dijadikan tempat mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Gunung Bromo dipercaya oleh masyarakat Tengger sebagai Gunung yang suci Setiap tahun penduduk Tengger melaksanakan Yadnya yang dikenal dengan Yadnya Kesada yang dilaksanakan setiap bulan ke 10 tahun Caka pada saat bulan Purnama. Upacara Yadnya Ke Sada di mulai dari Pura disebelah utara Gunung Bromo dan berakhir di puncak Gunung Bromo.


Pura

Setelah melewati pura kita akan menanjak menuju tangga ke puncak Bromo dan kuda diparkir disana sampai kita turun kembali. Menuju puncak Bromo terdapat tangga yang katanya berjumlah 250 anak tangga. Cukup melelahkan menaiki tangga ini dan akhirnya kami sampai di puncak Bromo. Dari ketinggian 2.392 mdpl terlihat pemandangan yang menakjubkan. Disamping terlihat sangat dekat Gunung Batok, sementara di bawah terlihat kabut masih menyelimuti. Untuk yang tidak tahan bau belerang agar hati-hati karena baunya cukup menyengat dari kawah bromo. Di puncak Bromo terdapat pagar pengaman ke kawah, namun dibelakangnya tidak ada pagar pengaman sehingga harus hati-hati karena banyak pasir yang licin dan tebing yang curam.







Setelah puas foto-foto, jam 8.30 kami kembali ke Malang...sebenarnya masih kurang satu tempat lagi yang Padang Savana, padang rumput tempat syuting pasir berbisik, cuma karena kami naik L300 tidak dapat kesana, hanya bisa pakai Jeep. I'll be back someday....

Sekilas mengenai Gunung Bromo klik disini.

Travel Tips to Bromo Mountain

1. Siapkan jaket atau sweater tebal
2. Kaos kaki tebal atau dobel, celana gunung
3. Sepatu kets, Kupluk, sarung tangan, Syal
4. Sajadah
5. Masker, kalau pasirnya kering mudah beterbangan
6. Air mineral & isotonik, roti
7. Kamera, diusahakan minimal semi profesional, agar lebih optimal mengambil gambar
8. P3K
9. Lebih baik menginap di Bromo agar lebih banyak menikmati pemandangan



Terdampar di Losari

Setelah dari Malang gue ke Surabaya dulu dan menginap semalam, karena harus naik kereta Argo Bromo Anggrek dari Stasiun Pasar Turi jam 08.15 pagi.Perjalanan seharusnya ditempuh dalam waktu kurang lebih 10 jam namun sesampainya di Stasiun Losari jam 16.40, daerah Cirebon, kereta kami diberhentikan.



Ternyata didepan kami ada kereta barang yang anjlok, berhubung jalur menuju stasiun cirebon masih single track, maka ngga ada harapan lain selain menunggu. Hampir semua penumpang turun dan menyerbu warung kopi, tukang baso, es di pinggir stasiun, laris manis. Kebetulan sekali, kesempatan ini gue pake untuk foto-foto di lokomotif yang dari dulu gue pengin banget, mungkin karena mbah gue bekas kepala stasiun kereta, gue jadi seneng ama yang namanya kereta api :-). Saat menunggu tersebut ada "kereta" aneh, yaitu bekas motor Honda yang dipasangi roda kereta untuk memperbaiki rel. Dan kereta itu jadi tontonan banyak orang karena bentuknya yang ajaib. Kereta baru diberangkatkan 2,5 jam kemudian.



Wisata Kuliner di Malang

Sebagian besar rumah makan di Malang atau mungkin di Jawa Timur menulis rumah makan dengan sebutan "Depot". Jangan mencari saus sambal cabe di Malang, karena hampir semuanya memakai saos tomat. Hati-hati makan dengan sambal di Malang, pedesnya gila-gilaan. Untuk mencari tempat makan gue berbekal peta yang di foto di Alun-alun malang, lumayan membantu.


Di Malang atau mungkin di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur, bila kita makan di warung biasa jangan harap disediakan air putih atau teh tawar. Bila kita memesan teh diasumsikan oleh penjualnya adalah teh manis, jadi kalau mau minum teh tawar harus menyebut lengkap "teh tawar".

Martabak manis di Malang disebut martabak "Terang Bulan" kebalikan dengan di Padang dimana martabak terang bulan adalah martabak telor. Sedangkan bila kita menyebut martabak saja di Malang, maka akan dibuatkan Martabak Telor.



Bakso Bakar "Pak Man"

Terletak di Jalan Kartini, naik Becak dari stasiun malang dengan tarif untuk 2 orang Rp.10.000. Bumbu baso bakarnya sangat enak sedangkan baso malangnya biasa aja. Bakso malangnya juga hanya terdiri dari bakso, soun dan tahu. Bakso bakarnya dihitung per biji, dan ada dua pilihan rasa pedas dan biasa. Ciri khas soun di Malang, sounnya gemuk-gemuk. Di tembok warung bkaso terdapat sertifikat dari Kecap Bango, namun lucunya yang dipakai kecap merek lain. Dua porsi Bakso Malang dengan 10 buah bakso Bakar dan Teh Botol seharga Rp. 20.000. Recommended



Bakso Kota "Cak Man"
Bakso yang cukup terkenal dan udah ada cabang di Jakarta dan Bogor, namun rasanya kalah jauh dengan yang aslinya di Malang. Harganya juga murah, rata-rata per potong Rp.1000 dengan pilihan yang sangat beragam, tersedia juga Bakso Bakar. Untuk bakso bakar bumbunya masih lebih enak Bakso Bakar "Pak Man". Bakso Kota Cak Man banyak cabangnya di Malang, yang cukup bagus yang terletak di jalan S.Parman, dari terminal Arjosari malang bisa dicapai dengan angkot AG. Recommended



Toko Oen
Toko yang cukup terkenal di malang mungkin adalah Toko Oen, rumah makan kuno peninggalan jaman penjajahan Belanda. Letak Toko Oen ini berada di jalan Basuki Rahmat, depan McD Sarinah Malang dan bersebelahan dengan Gramedia. Dari internet ada info kalo sebetulnya Toko Oen ini ada beberapa. Pertama kali berdiri di Yogyakarta pada 1922, lalu menyusul di Semarang, Jakarta, dan di Malang. Setelah dua kali ke Malang, gue belum pernah masuk dan menyicipi masakan di sana akhirnya yang ketiga kalinya ke Malang gue mampir juga. Suasana di dalam benar-benar dipertahankan lingkungan jaman Belanda dulu. Sebagian pelayannya ada yang menggunakan pakaian putih-putih dilengkapi peci seperti pasukan paskibraka. Kursi dan interior merupakan model kuno dan terpampang beberapa foto hitam putih Malang tempoe doeloe. Sebenarnya ingin mencoba masakan Toko Oen ini, namun setelah di beri daftar menu, disitu terpampang jelas-jelas tulisan "PORK". Waduh turun dah selera makan, karena menyediakan makanan yang mengandung Babi. Karena terlanjur sudah masuk dan nggak ada jaminan kehalalan dari makanannya, akhirnya cuma mencoba es krim banana split. Mudah-mudahan es krim tidak mengandung barang haram :( Rasa es krim nya juga biasa saja ngga ada yang istimewa dan harga yang mahal. Harga es krim banana split Rp. 25.000 belum pajak. Sangat tidak direkomendasikan bagi wisatawan muslim karena menjual makanan yang mengandung babi, selain rasa yang biasa dan mahal, hanya menjual suasana tempoe doeloe. Unrecommended.



Nasi Rames Jl. Zainul Arifin
Nasi rames dengan menu tinggal pilih ada babat, ayam, empal, paru, serundeng dll. Terletak di Jalan Zainul Arifin, dekat Holland Bakery. Cuma pake pikulan dan meja kecil numpang di teras rumah peninggalan belanda dan cukup banyak yang dateng. Tapi rasanya enak banget dan sambelnya sangat pedas. Nasi paru plus Aqua gelas Rp. 8.000. Recommended



Es Tawon

Terletak di Jalan Zainul Arifin bersebelahan dengan penjual nasi rames. Kenapa disebut tawon?karena pas diliat di warung tendanya banyak tawon kecil yang mengerubungi gula es tawon tersebut. Isinya cendol, cingcau, kacang ijo. Lumayan seger, harga Rp. 3.000.



Rujak Cingur
Rujak Cingur termasuk makanan di Jawa Timur. Di Malang ada sentra rujak cingur dan gado-gado di Jl. Sanan, buka hari Selasa s.d Minggu, sedangkan Senin tutup. Bisa dicapai dengan naik angkot ABG dari terminal. Karena saat itu hari Senin jadinya tidak bisa mencicip, kemudian dapat rujak cingur di Pasar Klojen, dekat Alun-alun. Baru pertama coba rujak cingur isinya kaya gado-gado, kangkung, toge, lontong, mangga muda, krupuk dan tentunya cingur (congor) rebus atau bagian mulut sapi dengan bumbu rujak. Enak juga rasanya, seporsi Rp. 6.000. Recommended



Sebenarnya masih banyak lagi makanan yang belum dicoba karena terbatasnya waktu di Malang, kapan-kapan kalo ke sana lagi pastinya akan berburu makanan :))