Sunrise at Mount Bromo

In some parts of this world, you have the chance to see volcanoes. Volcanoes have something magical and seducing, they are beautiful and scary, they can be peaceful now and a few moments later destructive. They show that this earth of ours is actually alive and kicking, and constantly changing not just on the surface but deep inside as well. Volcanoes do all kinds of interesting things, they sleep, grow, grudge and explode

Rencana awal untuk menginap di bromo dibatalkan karena bingung cari kendaraan, akhirnya kami bertiga mencarter mobil L300 seharga Rp. 500 ribu PP Malang-Bromo termasuk BBM dan supir. Kami akan dijemput jam 1/2 1 Minggu dinihari (18 May 2008) di Malang. Sorenya sesampai di Malang, kami mencari makanan ringan untuk dibawa ke Bromo, Air Mineral, Minuman Isotonik dan Roti. Karena Gunung Bromo dapat dicapai dengan menggunakan mobil maka persiapan yang dilakukan tidak seribet ketika ke Gunung Gede.


Paling depan gunung Batok, Gn Bromo yang menyemburkan asap dan Gn Semeru di Kejauhan (Click untuk perbesar)

Tepat jam 00.30 mobil carteran datang. Perjalanan ke Bromo ini melewati daerah Nongkojajar, Pasuruan, dengan jalan yang begitu berkelok-kelok dan tanjakan tajam serta di tepi jurang. Marsel akhirnya muntah juga karena jalan yang menikung sangat tajam. Selain itu tidak terdapat rambu penunjuk jalan dan penerangan sehigga sangat tidak disarankan untuk mengendarai kendaraan sendiri. Namun jalannya cukup bagus dengan sedikit kerusakan di beberapa titik.

Setelah menempuh waktu sekitar 1 jam 30, menit kami sampai di pos pertama di desa Tosari jam 2 dini hari. Disana sudah banyak bikers yang ingin ke atas juga. Di pos tersebut udara sangat dingin mulai terasa, jadi dapat dibayangkan dinginnya diatas Penanjakan. Di pos setiap pengunjung harus membayar Rp. 4.500, sedangkan untuk turis asing sekitar Rp. 22 ribu. Selain L300, sebagian besar angkutan ke atas adalah Toyota Jeep Hardtop sewaan. Karena masih terlalu pagi supir kami menyuruh agar kami istirahat sebentar dan mulai naik lagi jam 02.30. Di dekat Pos tersebut terdapat toilet dan juga warung kopi yang menjual pop mie, kupluk, syal, slayer, rokok serta souvenir. Jam 02.30 kami mulai berangkat lagi menuju Penanjakan yang berada pada ketinggian 2.770 meter diatas permukaan laut (mdpl), sedikit lebih rendah dari Gunung Gede yang pernah kami daki dengan berjalan kaki selama 6 jam perjalanan melelahkan.

Penanjakan merupakan tempat untuk melihat sunrise dan Gunung Bromo dari jarak cukup dekat dan lokasinya lebih tinggi dari Gunung Bromo. Perjalanan ke Penanjakan memerlukan waktu 30 menit. Disana kami harus berjalan kaki sekitar 100 meter untuk menuju puncak tempat melihat sunrise. Disini udara benar-benar terasa sangat dingin. Setelah sampai ditempat untuk melihat sunrise, masih sedikit orang yang berada disana. Langit cerah, bulan purnama bersinar terang dan ratusan juta bintang terlihat sangat jelas karena tidak ada polusi.


Menahan dingin di Penanjakan

Walaupun sudah memakai baju tiga lapis : kaos, sweater dan jaket serta sepatu dan kaos kaki dobel tetap saja dingin merasuk membuat menggigil. Ujung jari tangan terasa membeku begitu juga leher karena lupa membawa syal. Disarankan untuk banyak bergerak untuk mengurangi dingin. Jam menunjukkan 3.30 pagi, masih cukup lama untuk melihat sunrise, sambil menunggu waktu dan menghangatkan badan, rokok dji sam soe menjadi andalan. Di kejauhan samar - samar terlihat gunung Bromo dalam kegelapan menambah kesan misteri.

Menjelang waktu subuh sekitar 4.30 pagi, orang-orang mulai berdatangan logat jawa medok bercampur bahasa asing mulai berbaur, tampaknya banyak turis LN yang datang. Jam 4.40 kami bertiga shalat Subuh terlebih dahulu, karena di daerah bromo kebanyak Hindu maka disana tidak disediakan tempat shalat. Untung teman yang pernah kesana sudah mewanti-wanti untuk membawa sajadah. Kami turun sedikit mencari tempat yang kira-kira baik untuk shalat. Kami shalat diatas semacam trotoar tempat yang agak sepi sehingga tidak terganggu oleh orang yang lewat. Di Penanjakan juga tidak ada air wudhu sehingga harus tayamum. Karena kami belum tahu letak persisnya matahari terbit jadi untuk kiblat kami berpatokan ke arah bulan. Setelah shalat bergantian selesai, kami naik lagi ke tempat untuk melihat sunrise. Ternyata sudah banyak sekali orang, sehingga tempat pertama kami yang strategis dekat pagar sudah banyak orang. Akhirnya dengan terpaksa berdiri agak jauh. Sementara itu angin semakin kencang berhembus menambah dingin suasana.

Bulan sudah mulai turun dan gelapnya malam mulai agak memudar sehingga mulai agak terlihat samar-samar Gunung Bromo. Hari semakin pagi, jam 5.00 mulai terlihat cahaya merah di ufuk, yang ternyata tempat matahari terbit bukan berada di arah gunung Bromo. Pengunjung semakin ramai dan merangsek maju ke dekat pagar untuk melihat sunrise. Cahaya merah oranye makin jelas terlihat namun matahari belum terlihat. Orang-orang sudah mulai sibuk memotret moment tersebut. Gue juga ngga ketinggalan untuk mangebadikan hal ini. Namun setelah hampir jam 5.45, matahari belum terlihat juga gue pikir udah selesai kemudian aku melihat kearah gunung Bromo yang semakin jelas terlihat diselimuti kabut pekat menyisakan puncaknya dan menyembul puncak gunung Batok serta gunung semeru samar-samar terlihat dibelakangnya menyemburkan asap.

Wow amazing seperti negeri diatas awan. Gue mulai mengabadikan pemandangan yang menakjubkan. Tidak lama kemudian orang – orang mulai gaduh, dan terdengar makian dari para turis bule yang memberi tanda kepada pengunjung di bagian depan agar tidak menghalangi pandangan, ternyata matahari mulai terlihat....Sunrise at Bromo....Untung sekali sedang kemarau sehingga pemandangannya dapat terlihat jelas. Setiap orang mulai mengabadikan momen tersebut, sayang kamera yang gue pake cuma kamera poket sehingga tidak optimal untuk mengambil gambar. Perlahan dari balik awan terlihat cahaya merah dan menyembul matahari. Setelah perlahan keluar dari balik awan matahari semakin cepat naik dan memancarkan sinar yang menyilaukan mata. Hmm Subhanallah... amazing....







Untuk memotret Gunung Bromo dari tempat yang bagus harus rela antre dan berdesakan. Mungkin waktu itu berdekatan dengan long week end jadinya sangat ramai pengunjung. Jam 6.30 perjalan dilanjutkan menuju lautan pasir dan Puncak Bromo. Tidak sampai setengah jam kami sampai di lautan pasir. Suasana yang aneh karena kabut tebal menyelimuti sehingga jarak pandang hanya sektiar 1 meter. Sinar matahari juga tidak dapa menembus, sehingga warna matahari berwarna putih. Disana sudah banyak Jeep Hardtop yang parkir, L300 yang kami tumpangi cukup kesulitan untuk mengarungi lautan pasir. Sampai di tempat parkir banyak penjual jasa kuda, namun karena pengunjung banyak sehingga mereka tidak mau mendatangi kami dan jual mahal. Setelah dicarikan oleh supir, kami dapat sewaan kuda seharga Rp. 75 ribu per orang bolak balik, katanya kalo pengunjung tidak rame sewa kuda antara Rp.30 - 50 ribu doang. Pemilik kuda-kuda tersebut merupakan penduduk suku Tengger yang mendiami daerah Bromo.



Ini pertama kalinya gue naik kuda dan cukup serem juga karena kuda yang gue naikin ngga bisa diem, binal juga nih kuda. Menuju puncak Bromo kita akan melewati pura yang setahun sekali oleh masyarakat Tengger dijadikan tempat mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Gunung Bromo dipercaya oleh masyarakat Tengger sebagai Gunung yang suci Setiap tahun penduduk Tengger melaksanakan Yadnya yang dikenal dengan Yadnya Kesada yang dilaksanakan setiap bulan ke 10 tahun Caka pada saat bulan Purnama. Upacara Yadnya Ke Sada di mulai dari Pura disebelah utara Gunung Bromo dan berakhir di puncak Gunung Bromo.


Pura

Setelah melewati pura kita akan menanjak menuju tangga ke puncak Bromo dan kuda diparkir disana sampai kita turun kembali. Menuju puncak Bromo terdapat tangga yang katanya berjumlah 250 anak tangga. Cukup melelahkan menaiki tangga ini dan akhirnya kami sampai di puncak Bromo. Dari ketinggian 2.392 mdpl terlihat pemandangan yang menakjubkan. Disamping terlihat sangat dekat Gunung Batok, sementara di bawah terlihat kabut masih menyelimuti. Untuk yang tidak tahan bau belerang agar hati-hati karena baunya cukup menyengat dari kawah bromo. Di puncak Bromo terdapat pagar pengaman ke kawah, namun dibelakangnya tidak ada pagar pengaman sehingga harus hati-hati karena banyak pasir yang licin dan tebing yang curam.







Setelah puas foto-foto, jam 8.30 kami kembali ke Malang...sebenarnya masih kurang satu tempat lagi yang Padang Savana, padang rumput tempat syuting pasir berbisik, cuma karena kami naik L300 tidak dapat kesana, hanya bisa pakai Jeep. I'll be back someday....

Sekilas mengenai Gunung Bromo klik disini.

Travel Tips to Bromo Mountain

1. Siapkan jaket atau sweater tebal
2. Kaos kaki tebal atau dobel, celana gunung
3. Sepatu kets, Kupluk, sarung tangan, Syal
4. Sajadah
5. Masker, kalau pasirnya kering mudah beterbangan
6. Air mineral & isotonik, roti
7. Kamera, diusahakan minimal semi profesional, agar lebih optimal mengambil gambar
8. P3K
9. Lebih baik menginap di Bromo agar lebih banyak menikmati pemandangan



Comments :